Saat Passion dibilang Birahi
Hal ini terjadi saat saya tampil sepanggung dengan para pakar IT senior Indonesia di Seminar Nasional & International Cyber Crime, Digital Forensic and Digital Era Challenges yang diselenggarakan oleh STMIK Insan Pembangunan. Bapak2 pakar IT membahas teknis dunia keamanan IT sedangkan saya membahas dunia entrepreneur. Bagaimana nyambunginnya?
Untunglah, ada satu kata yang dapat menghubungkan semua dunia sekaligus. Kata itu adalah Passion. Agar dapat membobol atau memperbaiki sistem keamanan dibutuhkan passion. Sama halnya dalam membangun bisnis, juga dibutuhkan passion.
Apa itu Passion?
“Sesuatu dorongan yang menggerakkan diri, membuat diri ini menggebu-gebu untuk melakukan sesuatu.” Ujar seorang mahasiswi manis yang duduk agak depan.
“Apa persisnya ‘sesuatu’ yang kamu maksudkan itu?” Balas saya.
“Birahi, Pak!” Seorang mahasiswa dari baris tengah langsung nyelutuk. Spontan meledaklah tawa dari ratusan peserta lainnya.
Persisnya; passion bukanlah birahi. Tetapi keduanya memiliki daya dorong yang sama. Hal inilah yang kemudian membuat banyak orang yang bingung membedakan antara passion atau bukan.
Dalam bahasa Inggris, ada kata passion dan desire. Sebagian orang menggunakan kata hasrat untuk menjelaskan passion dan kata birahi untuk desire. Begitulah, kalau sudah bermain kata-kata; kadang yang sederhana dapat jadi ribet ?
Saya pribadi lebih condong menggunakan ‘perbedaan perasaan’ untuk menjelaskan hal ini. Terutama ‘sebelum’ dan ‘sesudah’ keinginan terpenuhi.
Bila keinginan tersebut dilandasi oleh desire, maka sesudah mendapatkan apa yang diinginkan, maka daya dorongnya secara berangsur akan menurun atau hilang sama sekali. Sedangkan pada passion sebaliknya. Daya dorong bukannya menurun malah dapat meningkat. Motifnya adalah untuk memperbaiki menjadi lebih baik lagi.
Oleh sebab itu, disarankan bangunlah bisnis yang sesuai dengan passion. Karena mau sebagus apa pun sebuah bisnis, masalah akan selalu ada. Bila kamu memiliki passion di bidang tersebut, maka kamu tidak akan berhenti untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan bila menghadapi masalah.
Tantangan Bisnis di Era Digital
Dunia retail lagi galau akut ketika marak berita tentang toko fisik dari brand-brand ternama yang ditutup di mana-mana. Katanya, telah terjadi perubahan perilaku konsumen yang beralih ke toko online. Bahkan untuk beberapa barang tertentu, konsumen sudah tidak perlu lagi memegang atau mencobanya terlebih dahulu sebelum membeli. Cukup lakukan riset dan cek review testimoni dari konsumen yang lain.
Contoh lainnya, fungsi jasa pengamanan. Ketika toko masih berupa fisik, maka satpamlah yang akan menjaganya. Tapi ketika toko sudah berupa website, pengamanan dapat berganti wujud berupa antivirus atau firewall.
Banyak bisnis yang kemudian punah, bahkan diikuti pula oleh profesi yang berkaitan dengan bisnis tersebut. Tapi di saat yang sama, muncul bisnis baru menggantikan yang lama. Profesi baru pun ikut bermunculan. Generasi sebelumnya mungkin tidak pernah terpikirkan akan adanya profesi selebgram yang tarif endorsnya dapat mengalahkan tarif iklan 1 halaman koran nasional.
Jadi sesungguhnya bukan bisnisnya yang punah, tapi bentuk atau medianya saja yang berganti. Fungsi dalam menyelesaikan masalah sebenarnya tetaplah sama. Inilah tantangannya!
Sekarang, mari kita bayangkan bersama. Apa jadinya sebuah bisnis yang dibangun tanpa dilandasi oleh passion pendirinya? Sementara di luar sana terjadi perubahan dengan begitu cepat. Apakah ini sama seperti menjalani kehidupan dengan orang yang tidak dicintai dan harus menghabiskan seluruh hidup dengannya?
Kenali Passionmu secepatnya! Agar tidak menjelma menjadi …
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!